Minggu, 11 April 2010

OPINI

Kecurangan pemilu melalui manipulasi DPT atau electoral fraud merupakan pelanggaran HAM Pasal 25 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Ini adalah tindakan sengaja pengurangan integritas warga masyarakat. Suatu hal kritis yang telah memaksa Bawaslu menyatakan perlunya suatu pemungutan suara ulang. Kecurangan tersebut sudah tidak mungkin dipermaklumkan sebagai kesalahan yang tidak bisa dihindari. Kelemahan administrasi penyelenggaraan pemilu sudah semakin terlihat sebagai bentuk lain dari strategi pemenangan dengan medium pemilu.
blog-indonesia.com

OPINI

Amien Rais: Gus Dur Otomatis Pahlawan

MALANG–Mantan Ketua MPR RI Prof Dr Amien Rais menyatakan, secara otomatis KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) harus mendapatkan gelar pahlawan nasional dari Pemerintah. “Sudah sepantasnya dan selayaknya kalau Gus Dur mendapatkan gelar pahlawan nasional. Siapa pun atau pihak mana pun tidak perlu lagi mempersoalkannya,” tegas Amien usai memberikan kuliah tamu di hadapan ribuan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu.

Menurut tokoh reformasi itu, separuh dari perjalanan hidup Gus Dur sudah didedikasikan dan diabdikan pada bangsa ini sehingga sudah sepantasnya, bahkan secara otomatis gelar pahlawan nasional itu diberikan pada mantan Ketua Umum PBNU itu. Menyinggung adanya perbedaan pendapat antara dirinya dan Gur Dur ketika masih sama-sama berkecimpung dalam ranah politik Amin menegaskan, perbedaan pendapat tersebut merupakan hal yang biasa dalam negara demokrasi.

“Dalam berdemokrasi kami memang sering beda pendapat, namun semua itu tidak berpengaruh terhadap hubungan baik secara personal. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita memberikan sumbangsih yang terbaik bagi negeri ini termasuk buat beliau (Gus Dur),” tegasnya.

Sebelumnya pengamat politik dan tokoh NU Kota Malang Prof Dr Mas’ud Said juga memberikan dukungan jika Pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional pada mantan presiden ke-4 Republik Indonesia (RI) itu. Menurut Mas’ud yang juga dosen FISIP UMM itu, jasa yang dipersembahkan Gus Dur untuk bangsa Indonesia cukup banyak terutama dalam menegakkan demokrasi dan perdamaian sehingga sudah selayaknya kalau Gus Dur diberi gelar pahlawan nasional.

Setelah Gus Dur wafat pada Rabu (30/12) sekitar pukul 18.45 di Rumah Saki Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, banyak aspirasi masyarakat untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden ke-4 RI tersebut.
myartikel.wordpress.com

OPINI

Polisi dan Media Massa

Sejak peristiwa pengeboman Hotel JW Mariot dan Ritz Carlton pada 17 Juli lalu, media massa gencar memberitakan dengan berbagai sisi analisis dan versi. Apalagi media massa elektronik televisi yang punya daya jelajah dan kecepatan menembus batas ruang dan waktu. Beberapa hal dapat kita kaji bahwa dampak pemberitaan kasus teroris di Indonesia sangat vulgar. Antara lain, beberapa televisi swasta yang melakukan investigative depth reporting secara terus-menerus menyajikan vis cctv dua hotel tersebut bisa berdampak buruk, yaitu mengajari penjahat (teroris) makin pintar?

Pers memberitakan setiap detik perkembangan penyelidikan dan penyidikan sehingga membuat penyidik kebingungan karena hasil penyidikannya langsung dilansir media. Muncul pertanyaan. Bagaimana seyogianya media massa memberitakan kasus teroris? Kasus teroris termasuk extraordinary crime , cara penyajian beritanya pun harus extraordinary ? Contoh Amerika Serikat negara paling demokratis memperlakukan kasus teroris sangat ketat, penyidikannya tidak bisa diakses media juga tempat penahanan para tersangka teroris tak boleh diakses media massa.

Lazarsfeld, kriminolog AS, mengajukan pertanyaan provokatif. Sejauh apa pengaruh liputan kejahatan (kriminalitas) melalui media massa? Lazarsfeld menyimpulkan, liputan kriminalitas oleh pers memang bukan penyebab utama ( causing factor ), tetapi menjadi faktor pendukung ( countributing factor ) tumbuh dan berkembangnya kriminalitas yang makin pintar dan canggih.

Berangkat dari sini, kita jadi tahu, peliputan kejahatan oleh media massa, ternyata juga dapat menjadi semacam 'kursus' bagi penjahat atau para kandidat penjahat. Mungkin ini salah satu sisi negatif pers, kalaulah tak mau disebut akibat kesembronoan pers dalam menyajikan berita kriminalitas. Beberapa kasus kejahatan hasil penyidikan polisi, pelakunya menyatakan, kejahatan tersebut diilhami dari pemberitaan pers, juga dari film serial televisi. Tentu ini sangat menarik dikaji lebih mendalam.

Peradaban
Kepolisian menjadi sumber berita yang tak pernah kering. Tugas dan pekerjaan polisi memiliki kadar human interest sangat tinggi. Tetapi, hendaknya dengan arif kita bertanya, seyogiakah setiap kejahatan disajikan secara rinci? Ada adagium populer Crime is the shadow of civilization (kejahatan bayang-bayang peradaban). Penyajian kejahatan di media, secara tidak langsung ikut memengaruhi mutu pers. Semakin pers mampu menyeleksi secara ketat kasus kejahatan mana yang bisa diberitakan atau diulas menunjukkan pers tersebut bermutu tinggi.

Contoh pers Barat yang masyarakatnya lebih maju. New York Times , misalnya, dengan oplah 40 halaman setiap hari, berita tentang kriminalitas paling banyak hanya 2 buah. Bandingkan dengan pers di Indonesia, hampir 30 persen beritanya tentang kejahatan, bahkan ada koran nyaris 100 persen memberitakan kasus kejahatan. Hendaknya pihak pers menyadari jika pemberitaan kejahatan secara menggebu-gebu, lebih banyak negatif ketimbang positif. Setidaknya mengganggu penyidikan, dapat membingungkan atau meresahkan masyarakat dan bahkan menggagalkan pembangunan, terutama di sektor pariwisata dan para investor asing. Data yang kita catat, banyak investor asing lari dari Indonesia, demikian pula calon wisata asing yang membatalkan kunjungannya.

Dua kutub
Ada dua kutub yang berbeda antara media massa dengan polisi dalam penyajian berita kriminalitas. Perbedaan paling dominan adalah pihak pers ingin menyajikan berita tentang kriminalitas secara rinci, detail, dan cepat segera. Sedangkan, pihak kepolisian tidak menghendaki demikian. Alasannya, berita kriminalitas secara rinci dan detail dapat menyulitkan proses penyidikan maupun pengadilan dalam rangka criminal justice system .

Dan, penyidikan tak bisa dilakukan segera karena harus membuat terang sebuah kasus yang berupa rimba raya gelap belum diketahui siapa pelaku, korban, saksi, dan bagaimana mengurai alat bukti. Penyidikan menggunakan scientific crime investigation multi disiplin ilmu dilakukan secara cermat dan hati-hati karena di dalamnya menyangkut nasib seseorang dan hak asasi manusia. Namun, kita juga tidak menutup mata berbagai segi positif pers membantu penegakan hukum. Keberhasilan Polri dalam membina kamtibmas melalui media massa juga kita rasakan.

Khusus terhadap sistem penyajian berita kriminalitas yang sering kita jumpai di media massa, ada baiknya kita kaji ulang analis pakar jurnalistik Amerika, Crister Burger (1975). Ia mengatakan, tugas polisi yang sangat rumit itu masih sering ditambah rumit oleh pers, karena pemberitaan yang 'sembrono'. Ini terjadi, karena pada dasarnya seorang wartawan mencari berita bukanlah untuk sumber berita yang ditanyai, melainkan untuk publiknya dan si wartawan ingin memuaskan publik sepuas-puasnya (Christer Burger; How To Meet The Press , Harvard Busssines Review, page 62, 1975).

Karena pers ingin memuaskan publik sepuas-puasnya, lalu ditempuh berbagai cara bagaimana mendapatkan berita walau sering melampaui prosedur yang seharusnya ditaati. Contoh pers mewancarai keluarga korban atau keluarga tersangka di Barat harus dihindari, karena sumber berita macam itu sangat subjektif akan membingungkan publik dan bisa memengaruhi juri di pengadilan. Justru, ini dilakukan pers kita. Sering menjadikan sumber berita subjektif. Kasus pengeboman JW Mariot dan Ritz Carlton pun mengalami nasib yang sama. Bukan hanya membingungkan publik, tapi membingungkan kepolisian yang sedang melakukan penyidikan.

Satu hal penting diketahui, pers Barat meski menganut sistem pers liberal, namun tetap menjunjung tinggi kaidah-kaidah hukum dan peradilan. Tidak mengusik saksi-saksi kejahatan atau pelaku kejahatan yang telah di tangan penyidik demi kepentingan proses peradilan. Bagaimana KUHAP kita? Mementingkan kemanusiaan dengan porsi berlebihan, hak tersangka sangat dominan tanpa melihat kepedihan korban. Mungkin titik ini cukup memengaruhi sistem pemberitaan kriminalitas?

Belajar dari kenyataan ini, jika sistem pemberitaan kriminalitas tak diubah, akan timbul berbagai persoalan. Antara lain, pers akan dapat menyulitkan penyidikan. Pers akan menjadi sarana kursus penjahat dan calon penjahat, pers akan terjebak pada kancah trial by the press .Saran penulis perlu langkah koordinatif antara penegak hukum, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan pers memformulasi sekaligus mereformasi permasalahan ini.
opinimedia.blogspot.com

OPINI

Ujian Moralitas Polri

Hanya ada dua polisi yang baik: Patung polisi dan polisi tidur.

DALAM realitas penegakan hukum, kepolisian merupakan salah satu lembaga yang paling sering mendapat sorotan dari masyarakat. Selain jargon di atas, salah satu anekdot yang mungkin Anda sudah tahu, bunyinya begini:

Tiga polisi dunia berkumpul di tepi hutan. Masing-masing dari Kepolisian Jepang, Kepolisian New York (NYPD), dan Mabes Polri. Mereka berlomba menangkap kelinci yang akan dilepaskan ke hutan. Segala metode boleh dicoba, berikut teknologi yang mereka punya.


Polisi Jepang masuk ke hutan. Mereka menempatkan informan-informan di setiap pelosok hutan itu. Mereka menanyai setiap pohon, rumput, semak, dan binatang di hutan itu. Tidak ada pelosok hutan yang tidak diinterogasi. Setelah tiga bulan penyelidikan hutan secara menyeluruh, akhirnya polisi Jepang itu mengambil kesimpulan bahwa kelinci tersebut ternyata tidak pernah ada.

NYPD yang dilengkapi teknologi supercanggih khas Amerika juga harus berjuang keras. Setelah dua minggu bekerja tanpa hasil, mereka akhirnya membakar hutan sehingga setiap makhluk hidup di dalamnya terpanggang tanpa ada kekecualian. Akhirnya kelinci tersebut tertangkap juga hitam legam, dan mati tanpa bekas.

Polisi Indonesia, dengan tangan kosong, melenggang dengan santainya masuk hutan. Dua jam kemudian, mereka keluar dari hutan sambil membawa seekor tikus putih yang telah hancur badannya karena dipukuli. Tikus putih itu berteriak-teriak: "Ya ... ya ... saya mengaku! Saya kelinci! Saya kelinci!"

***

Dalam kajian ilmu hukum, khususnya mengenai pengajaran soal etika profesi hukum, humor dapat dilihat sebagai salah satu batu "uji kelayakan" terhadap moralitas penegak hukum yang sering didengungkan sebagai salah satu profesi luhur (officium nobile). Profesi luhur adalah profesi yang terikat pada kebutuhan-kebutuhan praktis masyarakat. Artinya, keluhuran itu selalu akan terlihat langsung oleh masyarakat melalui pengalaman-pengalaman konkret mereka berhadapan dengan penyandang profesi ini ketika menjalankan kekuasaan yang dimiliki.

Polisi sebagai salah satu penyandang profesi hukum harus paham benar bahwa moralitas mempunyai keterkaitan erat dengan konteks penggunaan kekuasaan secara ilegal. Adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan inilah yang menyebabkan polisi dituntut memiliki derajat moralitas yang standarnya harus dikerek paling tinggi di antara profesi lain. Sekali seseorang ditempatkan sebagai pesakitan hukum yang berhadapan langsung dengan polisi, dia tidak pernah memiliki pilihan untuk pergi mencari polisi yang menurutnya mampu memberikan pelayanan lebih baik atas perkara yang dituduhkan kepadanya. Berbeda misalnya dengan pasien rumah sakit yang bebas kapan saja apabila dia tidak merasa kurang mendapat perawatan yang baik dapat memilih dokter dari rumah sakit lain.

Apabila polisi tetap ingin mempertahankan predikat moral yang dimilikinya, tentu tidak ada pilihan lain kecuali mampu mengelola kekuasaan yang dimiliki sehingga menjadi kewenangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Polisi tidak boleh memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan permufakatan jahat dengan tujuan mengambil keuntungan yang bersifat pribadi maupun kelompok. Di titik ini juga diingatkan kepada semua pihak ataupun otoritas yang secara hierarki ketatanegaraan memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk tidak menjadikan polisi sebagai tameng demi kepentingan korup dan busuk.

***

Tentu saja, salah satu cara paling efektif untuk membuktikan kepada publik bahwa semua gurauan bernada minor yang ditujukan terhadapnya adalah keliru dan sekaligus sebagai penegasan akan adanya moralitas yang baik saat ini adalah bagaimana sikap polisi dalam menangani kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dua orang wakil pimpinan KPK ketika mengeluarkan surat pencekalan terhadap Anggoro Wijaya.

Namun, celakanya, saat ini publik menangkap ke arah pembenaran anekdot. Dimulai dari tidak terlalu jelasnya indikator dan bukti hukum apa yang digunakan dalam kasus ini, disusul kemudian dengan penyangkalan-penyangkalan atas pernyataan yang disampaikan Kapolri. Pertama, Kapolri menyatakan bahwa penyidikan kasus suap Bibit dan Chandra berdasarkan laporan Antasari Azhar (AA) pada 6 Juli 2009 dan bukan berdasar testimoni AA. Pernyataan ini kemudian dibantah kuasa hukum AA yang menyatakan bahwa permintaan membuat laporan dan testimoni datang dari polisi.

Kedua, Kapolri menyatakan bahwa walaupun Ary Muladi telah mengucurkan dana Rp 5,1 miliar ke pimpinan KPK, surat cekal Anggoro yang diteken Chandra tetap keluar. Antasari Azhar menilai, surat cekal keluar karena ada satu pimpinan KPK belum mendapat uang. Dia meminta Ary menyerahkan uang setara Rp 1 miliar kepada Chandra. Atas pernyataan ini Ary Muladi menyangkal disuruh Antasari menyerahkan Rp 1 miliar. AA memperkuat Ary Muladi dengan turut menyangkal menyuruh Ary Muladi memberikan Rp 1 miliar ke Chandra.

Ketiga, Kapolri menyebut bahwa Ary Muladi mengaku Rp 5,1 miliar dari Anggodo, adik Anggoro Widjojo, diperuntukkan bagi pimpinan KPK. Hal itu juga dibantah Ary Muladi dengan mengatakan tak pernah memberikan uang/bertemu langsung dengan pimpinan.

Keempat, polisi menyebut Ary memberikan uang kepada Bibit di Bellagio Residence dalam rentang 11-18 Agustus. Padahal, Bibit mengaku berada di Peru pada waktu itu.

Kelima, adanya fakta tanggal penerimaan uang dari Ary kepada Chandra yang berubah-ubah. Sebelumnya polisi menyebut 27 Februari, lalu 15 April, lalu berubah lagi menjadi Maret 2009.

Apabila seluruh fakta ini ternyata terbukti benar yang akan diobjektifkan dalam bentuk keluarnya, katakanlah surat penghentian penyidikan/penuntutan, pendeponiran kasus oleh Jaksa Agung, atau kemudian jatuhnya putusan bebas dari majelis hakim, alamat penghargaan masyarakat terhadap moralitas polisi akan semakin turun ke titik nadir.

Namun, hal itu dapat direduksi apabila kemudian Polri meminta maaf kepada publik atas kesalahannya dan pimpinan tertingginya mengundurkan diri secara hormat. Kalau tidak, hal ini akan menjadi malapetaka penegakan hukum bahwa publik secara luas akan semakin tidak percaya lagi dengan seluruh institusi hukum karena merasa hukum telah mati.

Matinya hukum di mata publik bukanlah berarti tidak ada hukum. Matinya hukum akan diartikan bahwa hukum adalah libido kekejaman, ekstasi kejahatan, dan semangat kegilaan guna melakukan manuver-manuver melindungi praktik busuk.

Dan benarlah, hanya ada dua polisi saja yang baik: Patung polisi dan polisi tidur. Tragis.
opinimedia.blogspot.com

OPINI

Demokrasi harus berlandaskan kedaulatan hukum dan persamaan setiap warga negara tenpa mebedakan latar belakang ras, suku agama dan asal muasal, di muka-undang-undang.
Gusdur.net

MAKALALAH KEWARGANEGARAAN

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

KEMISKINAN

Nama : Ahsin Ma’ruf

Nim : 1209019

Prog. Study : Tehk. Informatika

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.

Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.

Dalam tugas terstruktur individu ini, penyusun yang membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

“Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia”.

C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:

1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

BAB II

METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian dan permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pemerintah.

B. Dasar Pemilihan Objek

Kami memilih Objek Penulisan ini adalah karena Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu, kemiskinan juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Sebagai warga negara Indonesia, dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada bantuan pemerintah saja namun di zaman globalisasi ini warga negara Indonesia dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang unggul sehingga memungkinkan munculnya keunggulan individual yang dapat memberikan sumbangan kepada kemakmuran individu dan masyarakat.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media berbagai media informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.

ANALISIS PERMASALAHAN

A. Pembahasan

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.

1. Definisi

Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.

Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

1. Indikator-indikator Kemiskinan

Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.

Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.

5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

1. Penyebab Kemiskinan

Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:

a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.

Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:

a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.

b) Politik ekonomi yang tidak sehat.

c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:

- Rusaknya syarat-syarat perdagangan

- Beban hutang

- Kurangnya bantuan luar negeri, dan

- Perang

b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.

Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal

c. Biaya kehidupan yang tinggi.

Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.

d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.

Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.

Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).

Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.

1. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.

c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

1. Tantangan Kemiskinan di Indonesia

Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.

Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).

Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

1. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan

Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.

Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.

Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:

a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .

b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.

c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.

Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.

Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.

B. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.

2. Saran

Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka

Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.

Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press

Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.

www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html

www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html

http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html